PENDAPAT PARA AHLI TENTANG PANDANGAN FILOSOFI PAUD Johann Heinrich Pestalozzi Johann Heinrich Pestalozzi adalah seorang ahli pendidikan Swiss yang hidup antara 1746-1827. Pestalozzi adalah seorang tokoh yang memiliki pengaruh cukup besar dalam dunia pendidikan. Pestalozzi berpandangan bahwa anak pada dasarnya memiliki pembawaan yang baik. Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada anak berlangsung secara bertahap dan berkesinambungan. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa masing-masing tahap partumbuhan dan perkembangan seorang individu haruslah tercapai dengan sukses sebelum berlanjut pada tahap berikutnya. Permasalahan yang muncul dalam suatu tahap perkembangan akan menjadi hambatan bagi individu tersebut dalam menyelesaikan tugas perkembangannya dan hal ini akan memberikan pengaruh yang cukup besar pada tahap berikutnya. Pestalozzi memiliki keyakinan bahwa segala bentuk pendidikan adalah berdasarkan pengaruh panca indera, dan melalui pengalaman- pengalaman tersebut potensi-potensi yang dimiliki oleh seorang individu dapat dikembangkan. Pestalozzi percaya bahwa cara belajar yang terbaik untuk mengenal berbagai konsep adalah dengan melalui berbagai pengalaman antara lain dengan menghitung, mengukur, merasakan dan menyentuhnya. Pandangannya tentang tujuan pendidikan ialah memimpin anak menjadi orang yang baik dengan jalan mengembangkan semua daya yang dimiliki oleh anak. Ia memandang bahwa segala usaha yang dilakukan oleh orang dewasa harus disesuaikan dengan perkembangan anak menurut kodratnya, sebab pendidikan pada hakekatnya adalah suatu usaha pemberian pertolongan agar anak dapat menolong dirinya sendiri di kemudian hari. Pandangan Pestalozzi tentang anak dapat disimpulkan bahwa anak harus aktif dalam menolong atau mendidik dirinya sendiri. Selain itu perkembangan anak berlangsung secara teratur, maju setahap demi setahap, implikasi atau pengaruhnya adalah bahwa pembelajaranpun harus maju teratur selangkah demi selangkah. Selain itu Pestalozzi memandang bahwa keluarga merupakan cikal bakal pendidikan yang pertama, sehingga baginya seorang ibu memiliki tanggung jawab yang cukup besar dalam memberikan dasar- dasar pendidikan yang pertama bagi anak-anaknya. Dari pandangannya tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan terutama lingkungan keluarga memiliki andil yang cukup besar dalam membentuk kepribadian seorang anak pada awal kehidupannya. Kasih sayang yang didapatkan anak dalam lingkungan keluarganya akan membantu mengembangkan potensinya. Dalam pandangan Pestalozzi kecintaan yang diberikan ibu kepada anaknya akan memberikan pengaruh terhadap keluarga, serta menimbulkan rasa terima kasih dalam diri anak. Pada akhirnya, rasa terima kasih tersebut akan menimbulkan kepercayaan anak terhadap Tuhan. Dari uraian di atas, nampak bahwa Pestalozzi menghendaki bentuk pendidikan yang harmonis yang seimbang antara jasmani, rohani, social dan agama. Pandangan Maria Montessori Maria Montessori hidup sekitar tahun 1870-1952. Ia adalah seorang dokter dan ahli tentang manusia yang berasal dari Italia. Pemikiran-pemikiran serta metode yang dikembangkannya masih populer di seluruh dunia. Pandangan Montessori tentang anak tidak terlepas dari pengaruh pemikiran ahli yang lain yaitu Rousseau dan Pestalozzi yang menekankan pada pentingnya kondisi lingkungan yang bebas dan penuh kasih agar potensi yang dimiliki anak dapat berkembang secara optimal. Montessori memandang perkembangan anak usia prasekolah/TK sebagai suatu proses yang berkesinambungan. Ia memahami bahwa pendidikan merupakan aktivitas diri yang mengarah pada pembentukan disiplin pribadi, kemandirian dan pengarahan diri. Menurut Montessori, persepsi anak tentang dunia merupakan dasar dari ilmu pengetahuan. Untuk itu ia merancang sejumlah materi yang memungkinkan indera seorang anak dikembangkan. Dengan menggunakan materi untuk mengoreksi diri, anak menjadi sadar terhadap berbagai macam rangsangan yang kemudian disusun dalam pikirannya. Montessori mengembangkan alat-alat belajar yang memungkinkan anak untuk mengeksplorasi lingkungan. Pendidikan Montessori juga mencakup pendidikan jasmani, berkebun dan belajar tentang alam. Montessori beranggapan bahwa pendidikan merupakan suatu upaya untuk membantu perkembangan anak secara menyeluruh dan bukan sekedar mengajar. Spirit atau nilai-nilai dasar kemanusiaan itu berkembang melalui interaksi antara anak dengan lingkungannya. Montessori meyakini bahwa ketika dilahirkan, anak secara bawaan sudah memiliki pola perkembangan psikis atau jiwa. Pola ini tidak dapat teramati sejak lahir. Tetapi sejalan dengan proses perkembangan yang dilaluinya maka akan dapat teramati. Anak memiliki motif atau dorongan yang kuat ke arah pembentukan jiwanya sendiri self construction sehingga secara spontan akan berusaha untuk membentuk dirinya melalui pemahaman terhadap lingkungannya. Montessori menyatakan bahwa dalam perkembangan anak terdapat masa peka, suatu masa yang ditandai dengan begitu tertariknya anak terhadap suatu objek atau karakteristik tertentu serta cenderung mengabaikan objek yang lainnya. Pada masa tersebut anak memiliki kebutuhan dalam jiwanya yang secara spontan meminta kepuasan. Masa peka ini tidak bisa dipastikan kapan timbulnya pada diri seorang anak, karena bersifat spontan dan tanpa paksaan. Setiap anak memiliki masa peka yang berbeda. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa jika masa peka tersebut tidak dipergunakan secara optimal maka tidak akan ada lagi kesempatan bagi anak untuk mendapatkan masa pekanya kembali. Tetapi meskipun demikian, guru dapat memprediksi atau memperkirakan timbulnya masa peka pada seorang anak dengan melihat minat anak pada saat itu. Berkaitan dengan hal tersebut maka tugas seorang guru adalah mengamati dengan teliti perkembangan setiap muridnya yang berhubungan dengan masa pekanya. Kemudian guru dapat memberikan stimulasi atau rangsangan yang dapat membantu berkembangnya masa peka anak sesuai dengan fungsinya. Anak memiliki kemampuan untuk membangun sendiri pengetahuannya, dan hal tersebut dilakukan oleh anak mulai dari awal sekali. Gejala psikis atau kejiwaan yang memungkinkan anak membangun pengetahuannya sendiri dikenal dengan istilah jiwa penyerap absorbent mind. Dengan gejala psikis/kejiwaan tersebut anak dapat melakukan penyerapan secara tidak sadar terhadap lingkungannya, kemudian menggabungkannya dalam kehidupan psikis/jiwanya. Seiring dengan perkembangannya, maka proses penyerapan tersebut akan berangsur disadari. Pandangan Froebel Froebel yang bernama lengkap Friendrich Wilheim August Froebel, lahir di Jerman pada tahun 1782 dan wafat pada tahun 1852. Pandangannya tentang anak banyak dipengaruhi oleh Pestalozzi serta para filsuf Yunani. Froebel memandang anak sebagai individu yang pada kodratnya bersifat baik. Sifat yang buruk timbul karena kurangnya pendidikan atau pengertianyang dimiliki oleh anak tersebut. Setiap tahap perkembangan yang dialami oleh anak harus dipandang sebagai suatu kesatuan yang utuh. Anak memiliki potensi, dan potensi itu akan hilang jika tidak dibina dan dikembangkan. Tahun-tahun pertama dalam kehidupan seorang anak amatlah berharga serta akan menentukan kehidupannya di masa yang akan datang. Oleh karena itu masa anak merupakan masa emas The Golden Age bagi penyelenggaraan pendidikan. Masa anak merupakan fase/tahap yang sangat fundamental bagi perkembangan individu karena pada fase/tahap inilah terjadinya peluang yang cukup besar untuk pembentukan dan pengembangan pribadi seseorang. Pendidikan keluarga sebagai pendidikan pertama bagi anak dalam kehidupannya, sangatlah penting, karena kehidupan yang dialami oleh anak pada masa kecilnya akan menentukan kehidupannya di masa depan. Froebel memandang pendidikan dapat membantu perkembangan anak secara wajar. Ia menggunakan taman sebagai simbol dari pendidikan anak. Apabila anak mendapatkan pengasuhan yang tepat, maka seperti halnya tanaman muda akan berkembang secara wajar mengikuti hukumnya sendiri. Pendidikan taman kanak- kanak harus mengikuti sifat dan karakteristik anak. Oleh sebab itu bermain dipandang sebagai metode yang tepat untuk membelajarkan anak, serta merupakan cara anak dalam meniru kehidupan orang dewasa di sekelilingnya secara wajar. Froebel memiliki keyakinan tentang pentingnya belajar melalui bermain Pandangan Rousseau Jean Jacques Rousseau yang hidup antara Tahun 1712 sampai dengan tahun 1778, Dilahirkan di Geneva, Swiss, tetapi sebagian besar waktunya dihabiskan di Perancis. Rousseau menyarankan konsep “kembali ke alam” dan pendekatan yang bersifat alamiah dalam pendidikan anak. Bagi Rousseau pendekatan alamiah berarti anak akan berkembang secara optimal, tanpa hambatanMenurutnya pula bahwa pendidikan yang bersifat alamiah menghasilkan dan memacu berkembangnya kualitas semacam kebahagiaan, spontanitas dan rasa ingin tahu. Rousseau percaya bahwa walaupun kita telah melakukan kontrol terhadap pendidikan yang diperoleh dari pengalaman sosial dan melalui indera, tetapi kita tetap tidak dapat mengontrol pertumbuhan yang sifatnya alami. Untuk mengetahui kebutuhan anak, guru harus mempelajari ilmu yang berkaitan dengan anak-anak. Tujuannnya adalah agar guru dapat memberikan pelajaran yang sesuai dengan minat anak. Jadi yang menjadi titik pangkal adalah anak. Tujuan pendidikan menurut gagasan Rousseau adalah membentuk anak menjadi manusia yang bebas. Rousseau memiliki keyakinan bahwa seorang ibu dapat menjamin pendidikan anaknya secara alamiah. Ia berprinsip bahwa dalam mendidik anak, orang tua perlu memberi kebebasan pada anak agar mereka dapat berkembang secara alamiah Pandangan Jean Piaget dan Lev Vigotsky Pandangan konstruktivis dimotori oleh dua orang ahli psikilogi yaitu Jean Piaget dan Lev Vigotsky. Pada dasarnya paham konstruktivis ini mempunyai asumsi bahwa anak adalah pembangun pengetahuan yang aktif. Anak mengkonstruksi/membangun pengeta- huannya berdasarkan pengalamannya. Pengetahuan tersebut diperoleh anak dengan cara membangunnya sendiri secara aktif melalui interaksi yang dilakukannya dengan lingkungan. Menurut paham ini anak bukanlah individu yang bersifat pasif, yang hanya menerima pengetahuannya dari orang lain. Anak adalah makhluk belajar yang aktif yang dapat mengkreasi/mencipta dan membangun pengetahuannya sendiri. Para ahli konstruktif meyakini bahwa pembelajaran terjadi saat anak memahami dunia di sekeliling kita mereka. Pembelajaran menjadi proses interaktif yang melibatkan teman sebaya anak, orang dewasa dan lingkungan. Anak membangun pemahaman mereka sendiri terhadap dunia. Mereka memahami apa yang terjadi di sekeliling mereka dengan mensintesa pengalaman-pengalaman baru dengan apa yang telah mereka pahami sebelumnya. Contoh berikut ini akan membantu Anda untuk memahami pandangan ini. Seorang anak TK yang keluarganya memiliki seekor anjing berjalan-jalan dengan mengendarai mobil bersama keluarganya. Mereka melintasi seekor sapi di suatu lapangan. Anak itu menunjuk dan mengatakan “anjing”. Orang tuanya memberitahukan anak tersebut bahwa binatang tersebut bukanlah seekor anjing melainkan sapi dan bahwa sapi berbeda dengan anjing. Informasi yang baru tersebut akan dicerna dengan apa yang telah diketahui dan penyesuaian mental akan terbentuk Meskipun anak harus membangun sendiri pemahaman, pengetahuan, dan pembelajaran mereka, peran orang dewasa sebagai fasilitator dan mediator sangatlah penting. Berdasarkan asumsi tadi nampak bahwa pendekatan ini menekankan pada pentingnya keterlibatan anak dalam proses pembelajaran. Untuk itu maka guru harus mampu menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, akrab, dan hangat melalui kegiatan bermain maupun berinteraksi dengan lingkungan sehingga dapat merangsang partisipasi aktif dari anak. Piaget dan Vigotsky sama-sama menekankan pada pentingnya aktivitas bermain sebagai sarana untuk pendidikan anak, terutama yang berkaitan dengan pengembangan kapasitas berfikir. Lebih jauh mereka berpendapat bahwa aktivitas bermain juga dapat menjadi akar bagi perkembangan perilaku moral. Hal itu terjadi ketika dihadapkan pada suatu situasi yang menuntut mereka untuk berempati serta memenuhi aturan dan perannya dalam kehidupan bermasyarakat. Interaksi yang dilakukan anak dengan lingkungan sekitarnya, baik itu orang dewasa maupun anak-anak yang lainnya dapat memberikan bekal yang cukup berharga bagi anak, karena dapat membantu mengembangkan kemampuan berbahasa, berkomunikasi serta bersosialisasi, dan yang tidak kalah pentingnya adalah melalui interaksi tersebut anak akan belajar memahami perasaan orang, menghargai pendapat mereka, sehingga secara tidak langsung anak juga berlatih mengekspresikan/menunjukkan emosinya. Pandangan Ki Hadjar Dewantara Nama aslinya adalah Suwardi Suryaningrat lahir pada tanggal 2 Mei 1889. Ki Hadjar memandang anak sebagai kodrat alam yang memiliki pembawaan masing-masing serta kemerdekaan untuk berbuat serta mengatur dirinya sendiri. Akan tetapi kemerdekaan itu juga sangat relatif karena dibatasi oleh hak-hak yang patut dimiliki oleh orang lain. Anak memiliki hak untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya, sehingga anak patut diberi kesempatan untuk berjalan sendiri, dan tidak terus menerus dicampuri atau dipaksa. Pamong hanya boleh memberikan bantuan apabila anak menghadapi hambatan yang cukup berat dan tidak dapat diselesaikan. Hal tersebut merupakan cerminan dari semboyan “tut wuri handayani”. Ki Hadjar juga berpandangan bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah lahir dan batin, serta dapat memerdekakan diri. Kemerdekaan itu hendaknya diterapkan pada cara berfikir anak yaitu agar anak tidak selalu diperintahkan atau dicekoki dengan buah pikiran orang lain saja tetapi mereka harus dibiasakan untuk mencari serta menemukan sendiri berbagai nilai pengetahuan dan keterampilan dengan menggunakan pikiran dan kemampuannya sendiri. Uraian di atas memperlihatkan bahwa Ki Hadjar memandang anak sebagai individu yang memiliki potensi untuk berkembang, sehingga pemberian kesempatan yang luas bagi anak untuk mencari dan menemukan pengetahuan, secara tidak langsung akan memberikan peluang agar potensi yang dimiliki anak dapat berkembang secara optimal. Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa anak lahir dengan kodrat atau pembawaannya masing-masing. Kekuatan kodrati yang da pada anak ini tiada lain adalah segala kekuatan dalam kehidupan batin dan lahir anak yang ada karena kekuasaan kodrat karena faktor pembawaan atau keturunan yang ditakdirkan secara ajali. Kodrat anak bisa baik dan bisa pula sebaliknya. Kodrat itulah yang akan memberikan dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Dengan pemahaman seperti di atas, Dewantara memandang bahwa pendidikan itu sifatnya hanya menuntun bertumbuhkembangnya kekuatan-kekuatan kodrati yang dimiliki anak. Pendidikan sama sekali tidak mengubah dasar pembawaan anak, kecuali memberikan tuntunan agar kodrat-kodrat bawaan anak itu bertumbuhkembang ke arah yang lebih baik. Pendidikan berfungsi menuntun anak yang berpembawaan tidak baik menjadi lebih berkualitas lagi disamping untuk mencegahnya dari segala macam pengaruh jahat. Dengan demikian, tujuan pendidikan itu adalah untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar ia sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaaan yang setinggi-tingginya dalam hidupnya.” Demikian beberapa pendapat para ahli yang telah mengungkapkan pendapatnya mengenai hakekat anak. Apakah kesimpulan Anda mengenai hakekat anak dari berbagai pendapat yang telah Anda baca. Baik, setelah Anda memahami mengenai hakekat anak selanjutnya Anda akan mengikuti uraian mengenai bagaiman cara belajar anak yang juga sangat penting untuk Anda ketahui.
PandanganPestalozzi terhadap PAUD. pada Postingan ini adalah Pandangan Pestalozzi terhadap Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Sabyan PAUD mengutip dari buku Konsep Dasar PAUD yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan da Kebudayaan tahun 2012. Johann Heinrich Pestalozzi adalah seorang ahli pendidikan Swiss yang hidup antara 1746-1827.
This research aims to describe and analyze various aspects of children's education and find the concept of children's education in the perspective of psychology and Islamic education. This type of library research research, data collection techniques using documentation, after the data collected and then analyzed with descriptive analysis and content analysis. The results show the first the conception of children's education in a psychological perspective has four main dimensions namely, physical, psychological, spiritual, and social-cultural. Parenting education of children must be in accordance with the psychological condition of children with authoritative style. Second educating with the perspective of Islamic education, will make children more healthy souls namely those who have excellent physical requirements, higher intellectual mental intelligence IQ, mental health conditions / personality that develops and is stable in their emotional emotional mentality EQ is high mental-social and have the strength of faith and Islam. Third The important role of psychology in Islamic education is to bridge the process of delivering knowledge so that it pays more attention to the psychology of each individual or student, because this will determine the parents or educators in transferring knowledge given to children. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free IQ Ilmu Al-qur’an Jurnal Pendidikan Islam Volume 1 No. 01 2018, 38-60 ISSN 2338-4131 Print 2715-4793 Online DOI 38 Pendidikan Anak Perspektif Psikologi dan Pendidikan Islam Dewi Maharani Institut Ilmu Al-Qur’an IIQ Jakarta dewim999777 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan melakukan penganalisaan terhadap berbagai aspek pendidikan anak dan menemukan konsep pendidikan anak dalam perspektif psikologi dan pendidikan Islam. Jenis penelitian library research, teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi, setelah data terkumpul kemudian dianalisis dengan analisis deskriptif dan content analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertama konsepsi pendidikan anak dalam perspekstif psikologi memiliki empat dimensi utama yaitu, fisik, psikis, spiritual, dan sosio kultural. Pola asuh pendidikan anak harus sesuai dengan kondisi psikologis anak yaitu dengan gaya Autoritatif. Kedua mendidik dengan perspektif pendidikan Islam, akan menjadikan anak lebih sehat jiwanya yaitu mereka yang memiliki kondisi fisik yang prima, kecerdasan mental intelektual IQ yang tinggi, kondisi kesehatan jiwa/kepribadian yang matang dan stabil dalam mental emosionalnya EQ mempunyai integritas kepribadian yang tinggi mental-sosial dan mempunyai keteguhan iman dan Islam. Ketiga Peran penting psikologi dalam pendidikan Islam yaitu menjembatani proses penyampaian ilmu pengetahuan agar lebih memperhatikan psikologi masing-masing individu anak atau peserta didik, karena hal ini sangat menetukan keberhasilan orang tua atau pendidik dalam mentransfer ilmu yang diberikan kepada anak-anaknya. Kata Kunci Pendidikan Anak, Psikologi, Pendidikan Islam. Abstract This research aims to describe and analyze various aspects of children's education and find the concept of children's education in the perspective of psychology and Islamic education. This type of library research research, data collection techniques using documentation, after the data Pendidikan Anak Perspektif Psikologi dan Pendidikan Islam IQIlmuAl-qur’anJurnalPendidikanIslam Volume 1 2018 39 collected and then analyzed with descriptive analysis and content analysis. The results show the first the conception of children's education in a psychological perspective has four main dimensions namely, physical, psychological, spiritual, and social-cultural. Parenting education of children must be in accordance with the psychological condition of children with authoritative style. Second educating with the perspective of Islamic education, will make children more healthy souls namely those who have excellent physical requirements, higher intellectual mental intelligence IQ, mental health conditions / personality that develops and is stable in their emotional emotional mentality EQ is high mental-social and have the strength of faith and Islam. Third The important role of psychology in Islamic education is to bridge the process of delivering knowledge so that it pays more attention to the psychology of each individual or student, because this will determine the parents or educators in transferring knowledge given to children. Keywords Child Education, Psychology, Islamic Education. Pendahuluan Dalam perkembangan pemikiran pendidikan, pendidikan anak selalu menarik perhatian dan menjadi topik pembicaraan para ahli pendidikan dan filosuf untuk dikaji dan dirumuskan secara lebih mendalam. Perbedaan pandangan para ahli pendidikan Islam dan Barat masing-masing memiliki pemikiran yang khas dan berbeda, dimana dalam perbedaan pandangan tersebut akan melahirkan konsep yang berkembang sampai pemikiran tentang pendidikan, pendidikan anak menjadi sangat urgent, ketika dikaitkan dengan kondisi pendidikan anak di Indonesia saat ini. Mengingat Pendidikan di Indonesia secara kuantitatif menunjukan perkembangan yang dinamis, mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, namun dari segi kualitas masih dipertanyakan. Kondisi seperti diatas disebabkan banyak permasalahan yang dihadapi oleh pendidikan yang belum terpecahkan. Terutama kaitanya menyangkut persoalan interen seperti kualitas pendidik yang belum satu permasalahan yang dihadapi dalam dunia pendidikan yang cukup pelik diantaranya Komnas PA melalui Pusdatin, mencatat bahwa sebagian besar kekerasan anak terjadi dilingkungan terdekat. Sekitar 62 persen kekerasan terhadap anak terjadi dilingkungan terdekat seperti keluarga dan sekolah, selebihnya 38 persen diruang publik. Permasalahan lain Sanusi Uwes, Visi dan Pondasi Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Jakarta Logos, 2003, hal. 14. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta Kalam Mulia, 2008, hal. 350. diakses pada Tanggal 01-Maret-2017. Dewi Maharani 40 IQIlmuAl-qur’anJurnalPendidikanIslam Volume 1 2018 juga terjadi di kabupaten Nias dimana, orang tua yang memiliki kebiasaan menghukum anak dengan memukul dan dianggap sebagai upaya mendisiplinkan anak. Fenomena ini sangat mengkhawatirkan, apalagi sebagian besar korbanya adalah anak-anak yang dibawah umur dan berstatus pelajar, dengan pelaku anggota keluarga dan guru banyak permasalahan dan dampak yang diakibatkan oleh orang tua khususnya dan para pendidik pada umumnya, jika mengabaikan suatu batasan-batasan wilayah, baik batasan menjadi orang tua atau pendidik dan wilayah yang menuntut hak anak dalam perkembanganya. Oleh karena itu, dalam segi perubahan tingkah laku terdapat titik temu antara tugas-tugas psikologi dan tugas pendidikan. Melihat permasalahan yang terjadi diatas, maka ini bertolak belakang dengan pemikiran pendidikan yang ada, dimana hakikat anak yang harus dirawat, dididik dan diberikan haknya untuk mendapatkan pendidikan tapi ini justru sebaliknya. Berikut akan diuraikan secara komprehensif tentang konsep pendidikan anak dalam perspektif psikologi dan pendidikan Islam. Konsep pendidikan yang digagas oleh John Amos Comenius, sebagaimana yang dikutip oleh Agnes Soejono dalam bukunya, bahwa “anak merupakan karunia Tuhan kepada manusia yang karenanya, harus dirawat, dipelihara, dididik dengan baik, tidak dengan kekerasan dan pukulan”. Semua anak dari semua tingkatan harus mendapat kesempatan yang sama menflunati pendidikan. Sejalan dengan pendapat diatas, Jean Jacques Rousseau mengemukakan sebagaimana yang dikutip oleh Wahyudi dalam bukunya, bahwa anak-anak dilahirkan memiliki fitrah yang baik, tidak jahat, sehingga anak layak mendapatkan kasih sayang dan perlindungan dari pengaruh sosial masyarakat. Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak merupakan amanah yang harus di jaga dan dipelihara serta berhak mendapatkan pendidikan. Pendapat yang mirip dengan John Amos Comenius dan Jean Jacques Rousseau diantara adalah Aliran humanisme yang menggugah para psikolog untuk menyadari arti penting kebutuhan psikologis manusia yang sangat mendasar seperti kebutuhan kasih sayang, cinta, harga diri, pengakuan dari orang lain, rasa memiliki, menyatakan diri self actualicing, pertumbuhan, agresivitas, kemandirian, dan butuh kreatifitas. Bagi humanisme, semua kebutuhan itu sama pentingnya dengan kebutuhan biologis manusia seperti makan, minum dan Diakses pada 23 September 2019. Pukul. Wib. Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emotional Intellegence Pada Anak-Anak, Jakarta PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997, hal. 28. Agnes Suejono, Aliran Baru Dalam Pendidikan, Bandung CV. Ilmu, 1978, hal. 10. Wahyudi, at. al, Program Untuk Anak Usia Dini di Prasekolah Islam, Jakarta Gramedia, 2005, hal 4. Pendidikan Anak Perspektif Psikologi dan Pendidikan Islam IQIlmuAl-qur’anJurnalPendidikanIslam Volume 1 2018 41 sebagainya. Sementara menurut pandangan psikoanalisa, kebutuhan yang bersifat biologis dan psikologis, seperti kebutuhan akan kasih sayang yang intensif dan stabil hanya diperoleh dalam hubungan antara anak dengan orang tua/pendidik utama dan hal itu dialami dalam setahun pertama kehidupan anak demikian dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa antara kebutuhan psikologis dan biologis sama pentingnya, untuk itu kebutuhan-kebutuhan anak diatas harus diperhatikan oleh orangtua/pendidik, agar anak dapat berkembang mencapai kematangan baik fisik maupun psikis sesuai dengan usianya. Pemikiran John Amos selintas bertentangan dengan pendapat Arthur Schopenhauer sebagaimana yang dikutip oleh Abuddin Nata dalam bukunya “Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat”, bahwa “potensi-potensi hereditas itulah pribadi seseorang, bukan hasil dari pendidikan. Pendidikan tidak akan dapat mengubah manusia, karena potensi itu bersifat kodrati. Pendidikan yang tidak sesuai dengan potensi anak didik, adalah pendidikan yang tidak berguna bagi perkembangan anak itu sendiri”.John Locke menolak gagasan Arthur Schopenhauer yang menyatakan bahwa pendidikan tidak akan dapat mengubah manusia, John Locke berpandangan bahwa, “perkembangan individu itu sepenuhnya ditentukan oleh faktor lingkunganya atau pendidikan, sedangkan faktor dasar atau pembawaan sama sekali tidak berpengaruh”. Seorang anak didik dibentuk sekehendak pendidik atau lingkunganya, baik buruknya anak maka yang menentukan adalah seorang pendidik. Aliran yang tampak menengahi kedua pendapat aliran diatas ialah aliran konvergensi dengan tokohnya William Stern. Menurut aliran ini perkembangan individu sebenarnya ditentukan oleh kedua kekuatan tersebut, baik faktor pembawaan faktor internal maupun faktor lingkungan atau pendidikan faktor eksternal.Elizabeth B. Hurlock, sebagaimana yang dikutip oleh Akyas Azhari Elizabeth mengklasifikasikan faktor internal yang meliputi Bakat, minat kemauan, kecerdasan Intelegensi dan fantasi. Sedangkan faktor eksternal meliputi keluarga, sekolah, masyarakat, benda hidup, benda mati dan iklim. Selain faktor diatas Elizabeth juga mengemukakan beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya perkembangan anak antara lain; kematangan, belajar atau latihan tidak berlangsung sendiri-Akyas Azhari, Psikologi Umum & Perkembangan, Jakarta PT. Teraju, 2004, Cet. ke-1, hal. 52. Zainal Muttaqin, Psikologi Anak dan Pendidikan, hal. 24. Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, Jakarta Rajawali Press, 2012, hal. 232. Teori ini sejalan dengan pandangan kaum Behaviorisme yang tidak mengakui pembawaan atau keturunan secara muthlak. M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis Bandung PT. Remaja Rosda Karya, 2007, Cet. Ke-18, hal. 28. Akyas Azhari, Psikologi Umum & Perkembangan, Jakarta PT. Teraju, 2004, Cet. Ke-1, hal. 188. Dewi Maharani 42 IQIlmuAl-qur’anJurnalPendidikanIslam Volume 1 2018 sendiri, tetapi saling membantu. Dengan demikian kualitas pertama anak-anak tergantung dari bagaimana ditumbuh kembangkan dan didik, karena hal itu sangat berpengaruh dalam proses pembentukan kepribadian hidup anak-anak. Dari perbedaan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa anak merupakan amanah yang harus dirawat dan dijaga serta dipenuhi haknya untuk mendapatkan pendidikan, segala kebutuhan baik fisik maupun psikis harus terpenuhi agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya, adapun faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kepribadian anak diantaranya; faktor internal dan eksternal. Dengan demikian, salah satu upaya orang tua/pendidik adalah memenuhi segala kebutuhan anak dan mengolah segala potensi yang ada dalam diri anak, sehingga menjadi anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya. Melalui teori-teori psikologi diatas, ilmu pendidikan Islam akan mampu melihat secara objektif tentang kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan anak yang perlu di sediakan oleh pendidik. Oleh karena sasaran pendidikan tersebut tidak hanya mencakup masalah psikologis dan fisiologis saja, karena pada kenyataanya pendidikan anak di Negara-negara Barat tidak semuanya cocok diterapkan dengan budaya kita yang mayoritas muslim, sehingga pendidikan anak-anak muslim jauh dari konsepsi karena itu perlu adanya menggabungkan antara pemikiran pendidikan anak didunia Barat yang cenderung bersifat Psikologis-akademis dan pemikiran pendidikan Islam yang lebih cenderung bersifat filosofis-religius. Dengan demikian pendidikan yang akan diterapkan akan saling melengkapi, karena kedua ilmu ini saling terkait dan saling bersinergi. Al-Ghazali, dan para pemikir muslim seperti Al-Biruni dan Ibnu Miskawaih yang memandang bahwa ruh dari pendidikan anak pada usia golden age tersebut ditekankan pada upaya penanaman akhlakul karimah, mengingat pentingnya pendidikan anak usia dini yang perlu dikembangkan oleh orang tua. Sejalan dengan itu Al-Attas menyatakan bahwa penanaman adab, pembinaan akhlak, peningkatan kualitas moral menjadi hakikat dari Azhari, Psikologi Umum & Perkembangan,... hal. 12. Fauti Subhan, Konsep Pendidikan Islam Masa Kini, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 02 No. 02, Nov, 2013, hal. 365. Suzie The Trainer, PAUD Panduan Praktis Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2012, hal. xii. Syaifuddin Kamal, Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam Dunia dan Pemikiranya, Surabaya Bintang Pustaka, 2012, hal. 7. Penekanan pada segi adab dimaksudkan agar ilmu yang diperoleh dapat diamalkan secara baik dan tidak disalahgunakan menurut kehendak bebas pemilik ilmu, sebab ilmu tidak bebas nilai value free tetapi sarat nilai value laden, yakni nilai-nilai Islam yang mengharuskan pelakunya untuk mengamalkan demi kepentingan dan kemaslahatan umat manusia. Abdul Kholiq, dkk., Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 1999, hal. 280-281. Pendidikan Anak Perspektif Psikologi dan Pendidikan Islam IQIlmuAl-qur’anJurnalPendidikanIslam Volume 1 2018 43 Pendapat diatas memiliki sedikit perbedaan dengan Abuddin Nata yang menyatakan bahwa pendidikan Islam tidak hanya terletak pada aspek akhlaknya saja melainkan dari aspek akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, serta keterampilanya. Sementara Ibnu Khaldun menggaris bawahi pada relevansi kurikulum pendidikan dengan keadaan sosial dengan tujuan pendidikan Nasional, dimana tujuanya adalah membentuk manusia seutuhnya, baik dalam segi jasmani maupun rohani, intelektual maupun spiritual. Dengan kompleksnya tujuan pendidikan tersebut, maka kehadiran orang tua sebagai pendidik pertama khususnya dan guru pada umumnya dalam arti selain sebagai pentransfer pengetahuan juga merupakan suri tauladan bagi anak-anaknya. Dan didiharapkan suri tauladan yang telah dicontohkan itu mampu tercermin dalam perilaku keseharian anak di masyarakat. Hal ini sejalan dengan konsep pendidikan yang sudah diteliti oleh Nashih Ulwan, yakni mendeskripsikan pendidikan yang lebih mengarah kepada metode pendidikan yang berpengaruh terhadap anak seperti metode keteladanan, Nasihat, metode cerita, dan gabungan antara metode wasiat dan nasihat. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa peletakan dasar pendidikan anak dalam Islam itu tidak hanya terletak pada aspek kognitif, afektif dan psikomotoriknya saja, melainkan perlu adanya penanaman akhlak dan moral sebagai pelengkap dalam proses pendidikan. Adapun penanaman akhlak dan moral akan terealisasikan melalui suri tauladan dari orang tua/pendidik, dengan demikian sebagai orang tua harus memberikan contoh yang bersifat positif terhadap anaknya. Psikologi dan pendidikan Islam memiliki peran dalam dunia pendidikan baik itu dalam belajar dan pembelajaran. Pengetahuan tentang psikologi sangat diperlukan oleh orang tua/pendidik dalam memahami karakteristik, kognitif, afektif dan psikomotorik, karena secara integral pemahaman psikologis peserta didik oleh pihak pendidik memiliki kontribusi yang sangat berarti dalam proses pendidikan peserta didik sesuai dengan sikap, minat, motivasi, aspirasi, dan kebutuhan peserta didik, sehingga proses pembelajaran di kelas dapat berlangsung secara optimal dan maksimal. Sedangkan pendidikan dalam perspektif Islam merupakan sistem pendidikan yang mengarahkan seorang anak sesuai dengan nilai-nilai Nata, Perspektif IslamTentang Pola Hubungan Guru-Murid “Studi Pemikiran Tasawuf al-Ghazali”. Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hal. 20. Muhammad Jawwad Ridla, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam, Yogyakarta Tiara Wacana Yogya, 2002, hal. 104. Ary Antoni Putra, Konsep Pendidikan Agama Islam Perspektif Imam Ghazali, hal. 42. Muallifah, Psycho Islamic Smart Parenting Yogyakarta Diva Press, 2009, hal. 62. Disunting pada tanggal 04 Januari 2014. M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Bandung Trigenda Karya, 1993, hal. 136. Dewi Maharani 44 IQIlmuAl-qur’anJurnalPendidikanIslam Volume 1 2018 Dengan demikian antara psikologi dan pendidikan Islam saling melengkapi didalam proses pendidikan anak. Jamal Abdur Rahman, Dalam Karyanya Islamic Parenting Pendidikan Anak Metode Nabi Athfȃlul Muslimin Kaifa Rayyȃhumû an-Nabiyyu al-aminû. 2012. Karya tersebut menjelaskan betapa Islam melalui Al-Qur’an maupun Sunnah telah menjabarkan nilai-nilai dan tata cara bagaimana mendidik anak yang dimulai diajarkan mengenal Allah SWT., dengan cara diperdengarkan suara adzan ketika anak baru lahir, dan lain sebagainya. Ice, Mahasiswa UIN Alaudin Makassar, Tahun 2013, dalam sebuah Skripsinya yang berjudul Konsep Mendidik Anak Dalam Al-Qur’an”. Skripsi tersebut mengkaji tentang pendidikan anak dalam Al-Qur’an sangat dibutuhkan demi tercapainya hak seorang anak dan menghindari beberapa kesalahan dalam mendidik anak. Sehingga dapat menciptakan generasi Qur’ani dengan akhlak yang baik. Suwanto, Mahasiswa IAIN Salahtiga, Tahun 2015, dalam skripsinya yang berjudul Peranan Keluarga Terhadap Anak dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di RW. 08 Kelurahan Bargaslor, Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Skripsi tersebut memberikan gambaran tentang besarnya peranan keluarga dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam ditengah kesibukan orang tua dalam mencari nafkah. Salah satu upaya orang tua dalam mencapai kesuksesan pendidikan anaknya diantaranya memberikan perhatian dan fasisilitas yang dibutuhkan anaknya. Perumusan masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana konsepsi pendidikan anak dalam perspektif psikologi? Bagaimana pendidikan Anak dalam perspektif pendidikan Islam? Bagimana peran penting psikologi dalam pendidikan Islam? Tujuan penelitian ini adalah memberikan gambaran secara komprehensif mengenai pendidikan anak dalam pandangan psikologi, memberikan gambaran pendidikan anak dalam konsepsi pendidikan Islam secara komprehensif, dan menjelaskan peran penting psikologi dalam pendidikan Islam. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, menurut Bogdan Taylor metode penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, catatan-catatan, yang berhubungan dengan makna, nilai serta ini termasuk jenis penelitian kepustakaan Library Research, dimana seluruh data penelitian merujuk pada literatur yang berkaitan dengan obyek penelitian. Adapun Kaelan, Metodologi Penelitian Kualitatif Interdisipliner Bidang Sosial, Budaya, filsafat, Seni, Agama dan Humaniora, Yogyakarta Paradigma, 2012, Cet. Ke-1 hal. 5. Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta Rajawali Press, 1989, hal. 16. Pendidikan Anak Perspektif Psikologi dan Pendidikan Islam IQIlmuAl-qur’anJurnalPendidikanIslam Volume 1 2018 45 pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif analisis, dalam pengambilan data peneliti menggunakan cara dokumentasi, dari pemikiran para pakar pendidikan dalam perspektif psikologi dan pendidikan Islam. Kemudian peneliti dalam menganalisa data menggunakan analisis deskriptif dan analisis isi Content Analysis.Pendidikan Anak dalam Perspektif Psikologi Dalam psikologi Islam pengaruh orang tua bisa mencakup empat dimensi, antara lain dimensi fisik biologis, dimensi mental psikis, dimensi spiritual, dan dimensi sosio ini empat dimensi yang harus terpenuhi dalam pendidikan anak meliputi Pendidikan Fisik-Biologis Anak Berdasarkan proses penciptaan manusia, manusia merupakan rangkaian utuh antara komponen materi dan immateri. Materi berasal dari tanah dan mempunyai daya fisik seperti mendengar, melihat, merasa meraba, mencium, dan daya gerak. Sementara unsur immateri, yaitu ruh yang ditiupkan oleh Allah mempunyai dua daya, yaitu daya pikir dan daya yang disebut akal dan daya rasa yang berpusat membangun fisik perlu dibina melalui latihan-latihan keterampilan dan panca indra. Untuk mengembangkan daya akal dapat dipertajam melalui penalaran dan berpikir. Sedang untuk mengembangkan daya rasa, dapat dipertajam melalui ibadah. Konsep ini membawa konsekuensi bahwa secara filosofis pendidikan seyogyanya merupakan kesatuan pendidikan yang menfokuskan pada pengembangan kecerdasan pikir rasio, kognitif, dzikir afektif, emosi, hati, spiritual, dan keterampilan fisik psikomotorik.Kebutuhan jasmaniah merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang bersifat instinktif dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan pendidikan. Kebutuhan-kebutuhan jasmaniah peserta didik yang perlu mendapat perhatian dari guru disekolah antara lain makan, minum, pakaian, oksigen, istirahat, kesehatan jasmani gerak-gerak jasmani serta terhindar dari berbagai ancaman. Apabila kebutuhan-kebutuhan jasmani ini tidak terpenuhi, disamping dapat mempengaruhi pembentukan pribadi dan perkembangan psikososial peserta didik juga akan Metode content analysis. Yaitu pengolahan data dengan cara pemilahan tersendiri berkaitan dengan pembahasan dari beberapa gagasan atau pemikiran para tokoh pendidikan yang kemudian didiskripsikan. Suharsimi Arikunto, Prosuder Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta Rineka Cipta, 1998, hal. 22. Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashari, Psikologi Islam Solusi Islam Atas Problem-problem Psikologi, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 1990, Cet. ke-1, hal. 161-165. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta PT. Kalam Mulia, 2002, hal. 54. Novan Ardy Wijani & Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam, Jogjakarta Ar-Ruzz Media, 2012, Cet. ke-1, hal. 53. Dewi Maharani 46 IQIlmuAl-qur’anJurnalPendidikanIslam Volume 1 2018 sangat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar satu upaya orang tua atau guru dalam memberikan pemahaman tentang pendidikan fisik yaitu dengan menanamkan kesadaran kepada peserta didik untuk mengkonsumsi makanan-makanan yang mengandung gizi dan vitamin tinggi, memberi kesempatan pada peserta didik untuk beristirahat, memberikan pendidikan jasmani dan latihan-latihan fisik seperti olahraga dan menyediakan berbagai sarana dilingkungan baik dirumah maupun sekolah agar anak dapat bergerak bebas bermain, berolahraga, dan Psiko-Edukatif Pengertian bimbingan psiko-edukatif sebagai integral dari pendidikan adalah upaya menfasilitasi dan memandirikan peserta didik dalam rangka tercapainya perkembangan yang utuh dan optimal. Adapun tujuan dari pendidikan psiko-edukatif secara umum adalah untuk membantu peserta didik agar dapat memenuhi tugas perkembangan yang mencakup aspek pribadi, sosial, dan belajar secara utuh dan optimal. Hal ini sejalan dengan undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional. “apabila ada masalah yang membutuhkan layanan kuratif dilakukan rujukan kepada konselor poofesional atau profesi lain.”.Kegiatan bimbingan psiko-edukatif diselenggarakan oleh guru kelas. Dan layanan ini diselenggarakan didalam kelas dan diluar kelas. Pertama bimbingan psiko-edukatif didalam kelas yang di berikan kepada semua peserta didik dalam bentuk tatap muka dan terintegrasikan dalam pembelajaran. Adapun materinya meliputi aspek perkembangan pribadi, sosial dan belajar. Kedua Bimbingan psiko-edukatif diluar kelas meliputi a Bimbingan Individual, b Bimbingan Kelompok, c Bimbingan Lintas Kelas, d Konsultasi, e Konferensi Kasus f Kunjungan Rumah dan Guru dalam bimbingan psiko-edukatif diantaranya adalah mengarahkan, mengendalikan, mendampingi, memotivasi, menampilkan diri sebagai model, menghubungkan dan memberikan fasilitas. Dengan adanya bimbingan psiko-edukatif diatas maka, segala permasalahan yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan, perbedaan individu dalam aspek kecerdasan, kepribadian, bakat, minat, kondisi fisik, adat dan budaya akan Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Bandung PT. Remaja Rosda Karya, 2012, Cet. Ke-4, hal. 65. Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik,… Op. Cit., hal. 68. diakses pada tanggal 23 September 2018. diakses pada tanggal 23 September 2019. diakses pada tanggal 23 September 2018. Pendidikan Anak Perspektif Psikologi dan Pendidikan Islam IQIlmuAl-qur’anJurnalPendidikanIslam Volume 1 2018 47 mendapattkan solusi terbaik. Pendidikan Ruhaniah-Spiritual Anak Manusia adalah makhluk yang berketuhanan atau disebut homo divinous makhluk yang percaya adanya Tuhan atau disebut juga homo religius artinya makhluk yang beragama. Berdasarkan hasil riset dan observasi, hampir seluruh ahli ilmu jiwa sependapat bahwa pada diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal. Kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan kodrati, berupa keinginan untuk mencintai dan dicintai spiritual merupakan dimensi non-material jiwa manusia yang pada umumnya belum terasah. Itulah sebabnya potensi kecerdasan spiritual akan tampak ke permukaan kepribadian manusia dewasa jika sudah diupayakan dalam proses pendidikan yang mengarah pada pengasahan, pembiasaan, pengenalan, dan penguatan aktualisasinya dalam memahamkan segala gejala dan fenomena kehidupan. Untuk itu salah satu upaya yang harus dilakukan orang tua atau pendidik terhadap pendidikan spiritual anak diantaranya sebagai berikut a Penanaman Jiwa Agama Kepada Anak Islam memiliki sumber yang sangat kuat untuk menggali spiritual dalam kehidupan yaitu dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Untuk mendapatkan sumber spiritualitas, Zakiyah Daradjat mengatakan bahwa”pendidikan agama pada anak itu ditentukan oleh pendidikan, pengalaman, dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa kecilnya usia 3-4 tahun anak-anak sering mengemukakan pertanyaan yang ada hubunganya dengan agama, apa yang dipercayai anak, tergantung pada apa yang diajarkan oleh orang tua atau guru kepadanya, karena anak pada usia 3-4 tahun tidak bisa berfikir secara logis, kepercayaan anak bisa bersifat kontradiksi. Dengan demikian perhatian anak pada usia ini lebih tertuju pada orang-orang dan pemuka agama dibandingkan isi ajaranya, sehingga penanaman jiwa agama yang tepat untuk diterapkan pada anak pada usia ini adalah dengan metode cerita seperti kisah-kisah Nabi dan sejenisnya, karena itu jauh lebih menarik itu salah satu upaya orang tua dalam menanamkan pendidikan agama pada anaknya yaitu dengan melalui pengalaman dan latihan sejak dini. b Melalui Ketauladanan Orang Tua atau Guru Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta Raja Grafindo Persada, 1997, hal. 54-57. Khalil A. Khavari, Spiritual Intelligence Practical Guide to Personal Happines, New Liskeard White Mountain Publications, 2000, hal. 75. Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta PT. Bulan Bintang, 2010, Cet. ke-17, hal. 43. Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama,…., hal. 45-46. Dewi Maharani 48 IQIlmuAl-qur’anJurnalPendidikanIslam Volume 1 2018 Pengaruh yang kuat dalam pendidikan anak adalah teladan orang dapat memberikan gambaran yang jelas untuk ditirukan. Oleh karena itu, perlu disadari dan diperhatikan agar orang tua dapat memberikan contoh yang baik dan benar. Zakiyah Dardjat berpendapat bahwa “orang tua harus memberikan contoh dalam hidupnya anak, misalnya biasa beribadah shalat, dan berdoa kepada Tuhan. Disamping mengajak untuk meneladani sikap tersebut”.Orang tualah cermin bagi anak-anak dan contoh yang paling dekat untuk di tiru. Untuk itu sebagai orang tua harus memberikan tauladan yang bersifat positif terhadap anaknya. Mengajarkan dan melatih kegiatan-kegiatan yang mengandung nilai-nilai spiritual kepada anak. Misalnya mengajarkan anak membaca Al-Qur’an, shalat berjamaah, melatih anak untuk berpuasa, mengajarkan anak berbagi terhadap sesama, bahkan memberikan kepercayaan kepada anak untuk memimpin doa setelah shalat. Melalui keterlibatan anak dalam aktifitas keagamaan akan membantu anak mengenal diri dan Sosia-Kultural Anak Hurlock mengatakan bahwa “perkembangan sosial adalah perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntunan sosial”. Penyadaran kepada peserta didik bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, multikultural, multiteknik multi religi merupakan sebuah keniscayaan dan sangat essensial dalam pendidikan di tanah air. Hal ini akan memberikan pengalaman anak tentang bagaimana hidup bersama dengan orang/individu/kelompok yang berbeda. Ketika anak tidak terbiasa dengan heterogenitas budaya, ia cenderung tertutup dan lebih suka berinteraksi dengan sesama kelompoknya saja. Anak-anak ini dalam perkembanganya lebih suka paradigma eksklusif dan cenderung menolak perbedaan yang penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, pendidikan nilai-nilai sosio-kultural adalah penanaman proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup ditengah-tengah masyarakat plural. Adanya pendidikkan sosio kultural, pendidikan tidak sekedar merekatkan kembali nilai-nilai persatuan, kesatuan dan berbangsa di era global seperti saat ini, tetapi juga mencoba untuk mengenalkan anak tentang budaya yang ada. Adapun penerapan teori sosio-kultural dalam pendidikan dapat terjadi pada tiga jenis Charles Schaefer, Bagaimana Mempengaruhi Anak, tt, hal. 16. Zakiyah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Jakarta Bulan Bintang, 1977, hal. 87. Lihat Jurnal Yuliatun, Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak Melalui Pendidikan Agama, Elizabeth Hurlock, Child Development Terj. Med Meitasari Tjandrasa, New York Mc Graw Hill, 2000, hal. 250. L. S. Vygotsky, Development of Childern and The Process of Learning, Cambridge. MA Harvard University Press, terj. Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2007, hal. 237. Pendidikan Anak Perspektif Psikologi dan Pendidikan Islam IQIlmuAl-qur’anJurnalPendidikanIslam Volume 1 2018 49 pendidikan yaitu a Pendidikan Informal Keluarga Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang utama dan pertama bagi seorang anak. Sebelum ia berkenalan dengan dunia disekitarnya, seorang anak akan berkenalan terlebih dahulu dengan situasi keluarga. Pengalaman pergaulan dalam keluarga akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan anak untuk masa yang akan datang. Keluarga sebagai pendidikan yang pertama dan utama bagi anak. Pendidikan anak dimulai dari lingkungan keluarga, dimana anak pertama kali melihat, memahami, mendapatkan pengetahuan, sikap dari lingkungan keluarga. Untuk itu sekalipun orang tua telah memilih sekolah sebagai tempat pendidikan formal yang terbaik untuk anak-anaknya, tapi pendidikan dikeluarga tetap tidak dapat ditinggalkan. Karena anak merupakan produk keluarga dan akan membawa image keluarga, maka pembentukan karakter serta pembinaan moral dan iman tetap menjadi tanggung jawab orang tua, bukan dialihkan kepada tanggung jawab Pendidikan Non Formal Pendidikan non formal berbasis budaya banyak bermunculan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku pada anak. Hal ini sejalan dengan teori Vygotsky bahwa “orang dewasa yang sensitive memperhatikan kesiapan anak untuk tantangan baru, dan mereka menyusun kegiatan yang tepat untuk membangun anak-anak mengembangkan keterampilan baru.” Dalam hal ini orang dewasa berperan sebagai mentor dan guru, mengarahkan anak ke dalam zone of proximal development orang tua dapat mendorong konsep angka secara sederhana misalnya dengan menghitung biji-biji kakau dengan anak-anak atau menakar beras yang hendak dimasak bersama. Saat anak berpartisipasi pada pengalaman semacam itu sehari-hari dengan orang tua, guru dan orang lain, mereka secara bertahap belajar praktek, keterampilan dan nilai-nilai kebudayaan. Pendidikan ini diberikan dengan tujuan untuk membekali anak hal-hal tradisi yang berkembang dilingkungan sosial masyarakatnya. c Pendidikan Formal Aplikasi teori sosio-kultural pada pendidikan formal dapat dilihat dari beberapa segi antara lain 1 Kurikulum Sebagaimana pemberlakuan kurikulum pendidikan sesuai Peraturan Menteri Undang-Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Pesrpektif Islam Bandung Remaja Rosda Karya, 2001, hal. 155. Suzie The Trainer, PAUD Panduan Praktis Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2012, hal. 142. Trianto, Perkawinan Adat Wologro Suku Tengger, Jakarta Prestasi Pustaka, 2008, hal. 67. Dewi Maharani 50 IQIlmuAl-qur’anJurnalPendidikanIslam Volume 1 2018 Undang Sisdiknas No. 24 Tahun. 2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar, tertera bahwa “Pendidikan di Indonesia memberikan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap kepada anak untuk mempelajari sosio-kultural masyarakat Indonesia maupun masyarakat Internasional” Sejalan dengan kurikulum diatas maka salah satu upaya pemerintah atau sekolah menerapkan beberapa mata pelajaran yang telah ditetapan, diantaranya Pendidikan kewarganegaraan, Pengetahun Sosial, Muatan Lokal, Kesenian, Olahraga dan sebagainya. 2 Siswa/Peserta Didik Menurut Havighurst yang dikutip oleh Desmita dalam bukunya bahwa tugas perkembangan anak pada usia sekolah dasar meliputi menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktifitas fisik, belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok, belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin, belajar membaca, menulis dan berhitung agar agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat. Juga mencatat bahwa anak-anak yang popular adalah anak-anak yang dapat menjalin interaksi sosial dengan mudah, memahami situasi sosial, memiliki keterampilan yang tinggi dalam hubungan antar pribadi dan cenderung bertindak dengan cara-cara kooperatif, prososial serta selaras dengan norma-norma Guru Di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 pasal 10 menyatakan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Diantara sekian dari kompetensi yang harus dicapai guru sebagai pendidik professional adalah kompetensi sosial, dimana dalam upaya mencapai kompetensi tersebut, guru dituntut untuk memberikan bantuan berupa mengajarkan keterampilan fisik, melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bergaul dan bekerja dengan teman sebaya, sehingga kepribadian sosialnya sosial menurut Slamet PH sebagaimana dikutip oleh Syaiful Sagala antara lain Memiliki kemampuan memahami dan menginternalisasikan perubahan lingkungan yang Undang-undang Sisdiknas No. 24 Tahun 2006, lihat uploads/2016/08/ diakses pada tanggal 22 September 2018. Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik,… hal 35. Seifert, & Hofnungm RJ., Child and Adolescent Development, Boston Houghton Mifflin Company, 1994, hal. 226. Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, Bandung Alfabeta, 2009, hal. 29. Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik,… hal. 36. Pendidikan Anak Perspektif Psikologi dan Pendidikan Islam IQIlmuAl-qur’anJurnalPendidikanIslam Volume 1 2018 51 berpengaruh dengan tugasnya dan mampu mendudukkan dirinya dalam system nilai yang berlaku di masyarakat Pendidikan Anak dalam Perspektif Pendidikan Islam Dasar dan Tujuan Pendidikan Anak dalam Pendidikan Islam Dalam pandangan Islam, segala sesuatu yang dilaksanakan, tentulah memiliki dasar hukum baik itu yang berasal dari dasar naqliyah maupun aqliyah. Begitu juga halnya dengan pelaksanaan pendidikan pada anak, berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan anak, dapat dibaca firman Allah berikut ini وَٱ%ﱠُأَﺧۡرَﺟَﻛُم ﻣِّنۢﺑُطُونِأُﻣﱠﮭَٰﺗِﻛُمۡﻻَﺗَﻌۡﻠَﻣُونَﺷَﯾۡٔ ٗﺎ وَﺟَﻌَلَﻟَﻛُمُٱﻟﺳﱠﻣۡﻊَوَٱﻷَۡﺑۡﺻَٰرَوَٱﻷَۡﻓۡ ِٔدَةَﻟَﻌَﻠﱠﻛُمۡﺗَﺷۡﻛُرُونَ٧٨ ﺳﻮ ر ة ا ﻟ ﻨﺤﻞ ٧٨ “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. QS. An-Nahl [16]78. Dalam Pandangan Islam anak merupakan amanah ditangan kedua orang tuanya. Hatinya yang bersih merupakan permata yang berharga, lugu dan bebas dari segala macam ukiran dan gambaran. Ukiran berupa didikan yang baik akan tumbuh subur pada diri anak, sehingga ia akan berkembang dengan baik dan sesuai ajaran Islam, dan pada akhirnya akan meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Jika anak sejak dini dibiasakan dan dididik dengan hal-hal yang baik dan diajarkan kebaikan kepadanya, ia akan tumbuh dan berkembang dengan baik dan akan memperoleh kebahagiaan serta terhindar dari kesengsaraan/siksa baik dalam hidupnya di dunia maupun diakhirat kelak. Hal ini senada dengan firman Allah QS. At-Tahrim [66] 6 ﯾَٰٓﺄَﯾﱡﮭَﺎ ٱﻟﱠذِﯾنَءَاﻣَﻧُواْﻗُوٓاْأَﻧﻔُﺳَﻛُمۡوَأَھۡﻠِﯾﻛُمۡﻧَﺎرٗا وَﻗُودُھَﺎ ٱﻟﻧﱠﺎسُوَٱﻟۡﺣِﺟَﺎرَةُﻋَﻠَﯾۡﮭَﺎ ﻣَﻠَٰٓﺋِﻛَﺔٌﻏِﻼَظٞﺷِدَادٞﻻﱠﯾَﻌۡﺻُونَٱ%ﱠَﻣَﺎٓأَﻣَرَھُمۡوَﯾَﻔۡﻌَﻠُونَﻣَﺎ ﯾُؤۡﻣَرُونَ٦ ﺳﻮ ر ة ا ﻟ ﺘﺤﺮﱘ ٦ “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. QS. At-Tahrim [66]6. Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, Bandung Alfabeta, 2009, hal. 39-40. Dewi Maharani 52 IQIlmuAl-qur’anJurnalPendidikanIslam Volume 1 2018 Kurikulum dan Materi Pendidikan Anak dalam Pendidikan Islam Ada berbagai bentuk kurikulum yang dikembangkan oleh para ahli dalam pendidikan anak. Pertama, kurikulum terpisah-pisah, yakni kurikulum mempunyai mata pelajaran yang tersendiri satu dengan lainya tidak kaitanya, karena masing-masing mata pelajaran mempunyai organisasi yang terintegrasikan. Kedua, Kurikulum saling berkaitan, yakni antara masing-masing pelajaran ada keterkaitan, antara dua mata pelajaran masih ada kaitanya. Dengan demikian anak mendapatkan kesempatan untuk melihat keterkaitan antara mata pelajaran, sehingga anak masih dapat belajar mengintegrasikan walaupun hanya antara dua mata pelajaran. Ketiga, kurikulum terintegrasikan, dalam kurikulum ini anak mendapat pengalaman luas, karena antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainya saling pendidikan berarti muatan atau kandungan pelajaran yang disajikan kepada peserta didik. Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa petunjuk yang menjelaskan tentang materi yang wajib untuk dipelajari sejak dini. Berikut ini beberapa ilmu yang perlu diperkenalkan pada anak dan menjadi tanggung jawab pendidik dalam pendidikan anak yang meliputi a. Pendidikan Keimanan Yang dimaksud pendidikan keimanan adalah mengajarkan anak dengan dasar-dasar Iman, rukun Islam dan dasar-dasar syari’ah, sejak anak mulai mengerti dan dapat memahami sesuatu. Seperti membuka kehidupan anak dengan kalimat Laa Ilaaha Illallah, mengenalkan hukum halal dan haram pada anak, dan membiasakan anak untuk beribadah sejak dini. b. Pendidikan Akhlak Yang dimaksud pendidikan akhlak adalah sejumlah prinsip-prinsip akhlak dan nilai-nilai moral yang harus ditanamkan kepada anak, agar bisa dijadikan kebiasaan oleh anak sejak Pendidikan Jasmani Pendidikan jasmani adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktifitas fisik dan kesehatan untuk menghasilkan perubahan holistikdalam kualitas individu , baik dalam hal fisik, mental serta Pendidikan Intelektual Pendidikan intelektual membentuk dan membina pikiran anak dengan hal-hal yang bermanfaat, baik berupa ilmu-ilmu syar’i, ilmu pengetahuan budaya, dan modern, pendidikan Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 1st Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta PPs UMY ISBN 978-602-19568-2-3 content/uploads/2016/08/ diakses pada tanggal 22 September 2018. Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islam, terj. Emiel Ahmad, Jakarta Katulistiwa Press, 2015, hal. 91. Miftahul Huda, Interaksi Pendidikan 10 Cara Qur’an MendidikAnak, Malang UIN Malang Press, 2008, hal. 295. Pendidikan Anak Perspektif Psikologi dan Pendidikan Islam IQIlmuAl-qur’anJurnalPendidikanIslam Volume 1 2018 53 intelektual ini dititik beratkan pada tiga hal utama yaitu kewajiban mendidik, pencerahan pikiran dan memelihara kesehatan Pendidikan Psikologi Kejiwaan Pendidikan psikologis adalah mendidik anak supaya bersikap berani, terbuka mandiri, suka menolong, bisa mengendalikan amarah dan senang kepada seluruh bentuk jiwa dan moral secara mutlak. f. Pendidikan Sosial Dalam materi pendidikan sosial anak dikenalkan mengenai hal-hal yang terjadi dalam masyarakat, misalnya pendidikan da’wah/amar ma’ruf nahi munkar, bersabar juga pendidikan etika dalam masyarakat baik etika pergaulan, berbicara dan juga adanya materi pendidikan ini diharapkan anak memiliki wawasan kemasyarakatan dan merekka dapat hidup serta berperan aktif di masyarakat secara Pendidikan Seksual Pendidikan seksual adalah suatu upaya pengajaran, penyadaran dan penerangan tentang masalah-masalah seksual kepada anak, dan yang berkaitan dengan naluri seks dan perkawinan. Metode Pendidikan Anak dalam Pendidikan Islam Metode pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah cara atau jalan yang ditempuh oleh setiap pendidik dalam melakukan kegiatan pendidikan guna mencapai tujuan yang diharapkan dan sekaligus berfungsi untuk mempermudah pendidik dalam melaksanakan proses pendidikan. Untuk merealisasikan pelaksanaan kegiatan pendidikan anak dalam mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan pendidikan, para pendidik hendaklah senantiasa mencari berbagai metode yang efektif, sesuai dengan pertumbuhan anak, baik secara mental dan moral, spiritual dan etos sosial. Dengan bersumber kepada Al-Qur’an dan Hadis, ada beberapa metode pendidikan Islam yang dapat dan layak diterapkan pada kegiatan pendidikan anak. Metode dimaksud adalah sebagai berikut a. Metode Keteladanan Uswah Keteladanan dalam kamus besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai “perbuatan yang Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islam, terj. Emiel Ahmad,…., hal. 141. Miftahul Huda, Interaksi Pendidikan 10 Cara Qur’an MendidikAnak, Malang UIN Malang Press, 2008, hal. 298. Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, tt, hal. 16 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta Ciputat Press, 2002, hal. 97. Dewi Maharani 54 IQIlmuAl-qur’anJurnalPendidikanIslam Volume 1 2018 patut ditiru dan dicontoh”.Keteladanan menjadi hal yang sangat dominan dalam mendidik anak. Pada dasarnya anak akan meniru apa saja yang dilakukan oleh orang-orang yang ada disekitarnya terutama keluarga dekatnya, dalam hal ini adalah orang tua. Oleh karena itu apabila orang tua hendak mengajarkan tentang makna kecerdasan spiritual pada anak, maka orang tua seharusnya sudah memiliki kecerdasan spiritual juga. Dengan demikian anak tidak hanya merasa diperintah oleh orang tua atau guru, melainkan dia melihat langsung orang tua atau gurunya melakukan hal tersebut. b. Mendidik melalui Permainan dan Cerita Sesuai dengan pertumbuhanya, seorang anak memang lagi gemar-gemarnya melakukan berbagai permainan yang menarik bagi dirinya. Berkaitan dengan ini, maka pendidikan melalui permainan merupakan satu metode yang menarik diterapkan dalam pendidikan anak. Tentu saja permainan yang positif dan dapat mengembangkan intelektual dan kreatifitas anak-anak. Bagi anak-anak usia balita, bermain dengan ibu tentu lebih banyak dampak positifnya karena lebih memperlancar komunikasi antara keduanya, dan ibu adalah teman terbaik bagi metode bermain yang tidak kalah menarik adalah metode cerita yang sangat cocok bagi pembelajaran anak baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, karena metode cerita bisa membentuk karakter dan watak seseorang. Cerita yang bermutu dan sarat pesan edukatif, dapat membentuk dan watak yang baik pula. Hal ini dikarenakan bercerita melalui lisan dapat memahami dan menerobos kedalam penghayatan pengalaman demikian pendidikan yang diterapkan melalui metode diatas akan berdampak positif pada perkembangan aspek kognitif anak, karena anak akan dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi, mampu berfikir secara logis dan juga simbolik. c. Metode Reward and Punishment Targhib dan Tarhib Targhib adalah janji yang disertai dengan bujukan dan membuat senang terhadap sesuatu maslahat, kenikmatan atau kesenangan akhirat. Sedangkan tarhib adalah ancaman dengan siksaan sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang oleh Allah, atau akibat lengah dalam menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah. Ini merupakan metode pendidikan Islam yang didasarkan atas fitrah yang diberikan kepada manusia. Melalui metode Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahas Indonesia, Jakarta Balai Pustaka, 1995, Edisi Ke-2, Cet. Ke-4, hal. 1025. Supardi dan Aqila Smart, Ide-ide Kreatif Mendidik Anak Bagi Orang Sibuk, Jogjakarta Kata Hati, 2010, hal. 36. Irawati Istadi, Mendidik Dengan Cinta, Bekasi Pustaka Inti, 2006, hal. 130. Tadkirotun Musfiroh, Memilih Menyusun, dan Menyajikan Cerita Untuk Anak Usia Dini, Yogyakarta Tiara Wacana, tt, hal. 82. An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode, tt, hal. 412. Pendidikan Anak Perspektif Psikologi dan Pendidikan Islam IQIlmuAl-qur’anJurnalPendidikanIslam Volume 1 2018 55 ini anak akan mengetahui konsekuensi dari setiap keputusan dan perbuatan yang diambil. Pola asuh dengan perhatian atau pengawasan yang meliputi perhatian dalam pendidikan sosialnya, terutama praktik dalam pembelajaran, pendidikan spritual, moral dan konsep pendidikan yang berdasarkan pada nilai imbalan reward dan hukuman punishment terhadap Metode Pembiasaan Pembiasaan dari kata “biasa” yang artinya 1 Lazim atau umum 2 Seperti sedia kala 3 Sudah merupakan hal yang tidak biasa terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dengan adanya prefix “pe” dan sufiks”an” menunjukan arti proses. Sehingga pembiasaan dapat diartikan dengan proses membuat sesuatu/seseorang menjadi terbiasa. Dalam usaha memberikan pendidikan dan membantu perkembangan anak, membina anak agar mempunyai sifat-sifat terpuji, tidaklah mungkin dengan penjelasan pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakanya untuk melakukan yang baik yang diharapkan nanti dia akan mempunyai sifat-sifat terpuji, dan menjauhi sifat yang tercela. Kebiasaan dan latihan itulah yang membuat dia cenderung untuk melakukan yang baik dan meninggalkan yang kurang baik. Pendidikan dengan mengajarkan dan pembiasaan adalah pilar terkuat untuk pendidikan anak usia dini, dan metode paling efektif dalam membentuk iman anak dan meluruskan akhlaknya, sebab metode ini berlandaskan pada pengikut Penting Psikologi Dalam Pendidikan Islam Psikologi dan Pendidikan Islam tidak dapat di pisahkan, mengingat setiap perkembangan dan pertumbuhan membawa ciri-ciri kejiwaan dan kejasmanian yang menuntut pelayanan atau penerapan metode pendidikan yang sesuai dari para pendidik. Melalui teori-teori psikologi, ilmu pendidikan Islam akan mampu melihat secara objektif tentang pertumbuhan dan perkembangan anak yang perlu di sediakan oleh pendidik. Oleh karena sasaran pendidikan tersebut mencakup masalah psikologis dan fisiologis, maka pendidikan Islam tidak bisa melepaskan diri dari kajian psikologi, terutama psikologi pendidikan. Karena antara kedua ilmu tersebut saling terkait secara pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang mengarahkan seorang Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta Kalam Mulia, 2008, hal. 54. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,.. hal. 129. Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama,… hal. 73. Ulwan, Pedoman Pendidikan, Jilid 2, hal. 64. Fauti Subhan, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 02 Nomor 02 November 2013, hal. 365-373. diakses pada tanggal 22 September 2018 Dewi Maharani 56 IQIlmuAl-qur’anJurnalPendidikanIslam Volume 1 2018 anak sesuai dengan nilai-nilai keislaman. Sehingga dalam proses menanamkan nilai-nilai agama dan membimbing ke arah kehidupan beragama, ilmu pendidikan Islam memerlukan juga bantuan psikologi agama, karena psikologi agama menunjukkan tentang tingkat-tingkat kemampuan anak dalam menerima nilai-nilai agama beserta kepekaanya terhadap penerimaan nilai-nilai tersebut. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana tersebut diatas, kiranya hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa konsepsi pendidikan anak dalam perspekstif psikologi memiliki empat dimensi utama yaitu, fisik, psikis, spiritual, dan sosio-kultural. Pola asuh pendidikan anak harus sesuai dengan kondisi psikologis anak yaitu dengan gaya autoritatif. Pendidikan anak dalam perspektif pendidikan Islam, akan menghasilkan anak yang terbina seluruh potensinya, baik kognitif, afektif maupun psikomotoriknya, melalui pendidikan inilah masyarakat Indonesia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan sunnah, dimana akan menjadikan anak lebih sehat jiwanya yaitu mereka yang memiliki kondisi fisik yang prima, kecerdasan mental intelektual IQ yang tinggi, kondisi kesehatan jiwa/kepribadian yang matang dan stabil dalam mental emosionalnya EQ mempunyai integritas kepribadian yang tinggi mental-sosial dan mempunyai keteguhan iman dan Islam. Adapun peran penting psikologi dalam pendidikan Islam menjembatani proses penyampaian ilmu pengetahuan agar lebih memperhatikan psikologi masing-masing individu anak atau peserta didik. Karena ini sangat menetukan keberhasilan orang tua atau pendidik dalam mentransfer ilmu yang diberikan kepada anak-anaknya. M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Bandung Trigenda Karya, 1993, hal. 136. Pendidikan Anak Perspektif Psikologi dan Pendidikan Islam IQIlmuAl-qur’anJurnalPendidikanIslam Volume 1 2018 57 Daftar Pustaka Ancok, Djamaluddin, dan Fuad Nashari, Psikologi Islam Solusi Islam Atas Problem-problem Psikologi, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 1990, Cet. ke-1. Antoni Putra, Ary, Konsep Pendidikan Agama Islam Perspektif Imam Ghazali, tt. An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode. Ardy Wijani, Novan & Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam, Jogjakarta Ar-Ruzz Media, 2012, Cet. ke-1. Arief, Armai, Pengantar Imu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta Ciputat Press, 2002. Arifin, M., Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Bandung Trigenda Karya, 1993. Arikunto, Suharsimi, Prosuder Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta Rineka Cipta, 1998. Azhari, Akyas, Psikologi Umum & Perkembangan, Jakarta PT. Teraju, 2004, Cet. Ke-I. Daradjat, Zakiyah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta PT. Bulan Bintang, 2010, Cet. ke-17. _______, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Jakarta Bulan Bintang, 1977. _______, Kesehatan Mental, Jakarta PT. Tokoh Gunung Agung, 2001, Cet ke- 23. Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 2012 cet. Ke-4. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahas Indonesia, Jakarta Balai Pustaka, 1995, Edisi Ke-2, Cet. Ke-4 E. Shapiro, Lawrence, Mengajarkan Emotional Intellegence Pada Anak-Anak, Jakarta PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997. Huda, Miftahul, Interaksi Pendidikan 10 Cara Qur’an Mendidik Anak, Malang UIN Malang Press, 2008. Hurlock, Elizabeth, Child Development Terj. Med Meitasari Tjandrasa, New York Mc Graw Hill, 2000. Istadi, Irawati, Mendidik Dengan Cinta, Bekasi Pustaka Inti , 2006. Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta Raja Grafindo Persada, 1997. Jawwad Ridla, Muhammad, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam, Yogyakarta Tiara Wacana Yogya, 2002. Juwariyah, Pendidikan Anak Dalam Al-Qur’an, Yogyakarta Teras, 2010. X Kaelan Metodologi Penelitian Kualitatif Interdisipliner Bidang Sosial, Budaya, filsafat, Seni, Agama dan Humaniora. Yogyakarta Paradigma, 2012. Dewi Maharani 58 IQIlmuAl-qur’anJurnalPendidikanIslam Volume 1 2018 Kamal, Syaifuddin, Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam Dunia dan Pemikiranya, Surabaya Bintang Pustaka, 2012. Khavari, Khalil A., Spiritual Intelligence Practical Guide to Personal Happines, New Liskeard White Mountain Publications, 2000. Kholiq, Abdul dkk., Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 1999. Muallifah, Psycho Islamic Smart Parenting, Yogyakarta Diva Press, 2009. Musfiroh, Tadkirotun, Memilih Menyusun, dan Menyajikan CeritaUntuk Anak Usia Dini, Yogyakarta Tiara Wacana, tt. Muttaqin, Zainal, Psikologi Anak dan Pendidikan Nata, Abuddin, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, Jakarta Rajawali Press, 2012. _______. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta Raja Grafindo, 2001, cet. Ke-2. _______. Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru dan Murid. “Studi Pemikiran Nasih Ulwan, Abdullah, Tarbiyatul Aulad fil Islam, terj. Emiel Ahmad, Jakarta Katulistiwa Press, 2015. Tasawuf al-Ghazali” Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 2001. Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung PT. Rosdakarya, 2013, cet. Ke-18. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta Kalam Mulia, 2008. Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta Rineka Cipta, 2001. S., Lestari & Ngatini, Pendidikan Islam Kontekstual, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2010. Sagala, Syaiful, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, Bandung Alfabeta, 2009. Schaefer, Charles, Bagaimana Mempengaruhi Anak, tt. Seifert, & Hofnungm RJ., Child and Adolescent Development, Boston Houghton Mifflin Company, 1994. Shapiro, Lauwence E., Mengajarkan Emotional Intellegence Pada Anak-Anak, Jakarta PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997. Fauti Subhan, Konsep Pendidikan Islam Masa Kini, Jurnal Pendidikan Agama Islam, VOL. 02 No. 02, Nov, 2013, Hal. 365. IAIN Sunan Ampel sby. Suejono, Agnes, Aliran Baru Dalam Pendidikan, Bandung CV. Ilmu, 1978. Supardi dan Aqila Smart, Ide-ide Kreatif Mendidik Anak Bagi Orang Sibuk, Jogjakarta Kata Hati, 2010. Pendidikan Anak Perspektif Psikologi dan Pendidikan Islam IQIlmuAl-qur’anJurnalPendidikanIslam Volume 1 2018 59 Suryabrata, Sumardi, Metodologi Penelitian, Jakarta Rajawali Press, 1989. Suzie The Trainer, PAUD Panduan Praktis Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2012. Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Pesrpektif Islam, Bandung Remaja Rosda Karya, 2001. Trianto, Perkawinan Adat Wologro Suku Tengger, Jakarta Prestasi Pustaka, 2008. Ulwan, Pedoman Pendidikan, Jilid 2, tt. Uwes, Sanusi. Visi dan Pondasi Pendidikan Dalam Perspektif Islam entitas dan Kenikmatan, Jakarta Logos, 2003. L. S. Vygotsky, Development of Childern and The Process of Learning, Cambridge. MA Harvard University Press, terj. Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2007. Wahyudi, at. al, Program Untuk Anak Usia Dini di Prasekolah Islam, Jakarta Gramedia, 2005. Sumber Online Undang-undang Sisdiknas No. 24 Tahun 2006, lihat diakses pada tanggal 22 September 2018. Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 1st Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta PPs UMY ISBN 978-602-19568-2-3 content/uploads/2016/08/ diakses pada tanggal 22 September 2018. Nur Komariyah, Jurnal Al-Afkar, Vo. III, No. 1, April 2015, selama-5-tahun-terakhir, diakses pada tanggal 01 Maret 2017. Diakses pada 23 September 2019. Diakses pada tanggal 04 Januari 2014. Diakses pada tanggal 23 September 2018. diakses pada tanggal 23 September 2019. Diakses pada tanggal 23 September 2018. Dewi Maharani 60 IQIlmuAl-qur’anJurnalPendidikanIslam Volume 1 2018 Diakses pada tanggal 22 September 2018. 18 Wahyu Anis Amanullah Amanullah Wantini WantiniAhmad Muhammad Diponegoro DiponegoroPsychology and Islamic education play a role in the world of education, both in learning and in teaching. In everyday life, we find that children's religious behavior is essentially obtained by imitating. The purpose of this study was to analyze the role models of PAI teachers in enhancing Islamic learning from the perspective of Islamic educational psychology. The research approach uses qualitative research. This research was conducted at SDN Bhayangkara. The subjects of this research are teachers and students. Data collection techniques using observation, interviews, and documentation Data analysis uses data reduction, data display, and data conclusion verification. The results of the study allow it to be concluded that this role model is a positive method in children's religious education. In the process of learning the Islamic religion, students will see and imitate the behavior of their teacher. The application of educational psychology in Islamic learning is through strengthening and punishing. strengthening, for example, with praise, grades, or prizes for students as a reward for their achievements. While the punishment is memorizing or replacing the teacher in front of delivering PAI learning material, Through the application of reinforcement and punishment, it is hoped that it can increase student motivation in learning Novia RahmanMiranti RasyidRabiatul AdhawiyahThis study described the education of children with special needs from the perspective of Islamic education psychology. Education in Indonesia was a right that everyone was obtained. Everyone has the right to receive a proper education, even if that person belongs to the children with special needs category. This research has been a literature study that examined the object of research on the education of children with special needs related to the psychology of Islamic education. This study used documentation techniques in terms of collecting research data. The documentation technique in question was that researchers collect related documents in the form of books, journals, and other scientific works that are relevant to the object of research. An important finding in this study has been that the psychological concept of Islamic education educates the physical and spiritual aspects. Islamic educational psychology has four essential dimensions which must be fulfilled; Physical-Biological Education for Children with Special Needs, Psycho-Educational Education for Children with Special Needs, Spiritual Education for Children with Special Needs, and Socio-Cultural Education for Children with Special Needs. These four dimensions of Education must be balanced to create a balance for the overall growth of children with special needs by training their souls, mind, and body. Studi ini mengambarkan pendidikan anak berkebutuhan khusus dalam perspektif psikologi pendidikan Islam. Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hak yang bisa didapatkan oleh semua orang. Setiap orang berhak untuk menerima pendidikan yang layak meskipun orang tersebut termasuk kategori orang yang berkebutuhan khusus. Penelitian ini adalah study kepustakaan yang mengkaji objek penelitian tentang pendidikan anak berkebutuhan khusus yang dihubungkan psikologi pendidikan Islam. Penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi dalam hal pengumpulan data penelitian. Teknik dokumentasi yang dimaksud adalah peneliti mengumpulkan dokumen-dokumen terkait baik yang berbentuk buku, jurnal, maupun karya ilmiah lainnya yang relevan dengan obyek penelitian. Temuan penting dalam penelitian ini adalah konsep psikologi pendidikan Islam tidak hanya mendidik sisi jasmaniah semata tetapi juga dari sisi ruhaniahnya. Psikologi pendidikan Islam memiliki empat dimensi penting yang harus terpenuhi agar pendidikan anak berkebutuhan khusus bisa berjalan secara maksimal, yaitu Pendidikan Fisik-Biologis Anak Berkebutuhan khusus, Pendidikan Psiko-Edukatif Anak Berkebutuhan khusus, Pendidikan Ruhaniah-Spiritual Anak Berkebutuhan khusus dan Pendidikan Sosio-Kultural Anak Berkebutuhan khusus. Kempat dimensi pendidikan ini harus dilakukan secara seimbang agar menciptakan keseimbangan pertumbuhan kepribadian anak berkebutuhan khusus secara menyeluruh, dengan cara melatih jiwa, akal pikiran, dan Fawaidi HasyimABSTRAK Penelitian ini melakukan penganalisaan dengan tujuan mendeskripsikan terhadap aspek pendidikan anak usia dini AUD dan mendapatkan konsep pendidikan anak usia dini dalam pandangan psikologi dan al-Qur’an Hadits. Sedangankan jenis penelitian library research, teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi, setelah data terkumpul lalu dianalisis dengan analisis deskriptif dan content analysis. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa Pertama konsep pendidikan anak dalam perspekstif psikologi memiliki empat dimensi utama yaitu, fisik, psikis, spiritual, dan sosio kultural. Pradigma pola pendidikan anak usia dini AUD harus sesuai dengan kondisi psikolog anak artinya melalui pendekatan gaya Autoritatif. Kedua mendidik dengan pandangan al-Qur’an dan hadits, dapat menjadikan anak dapat bertumbuh kembang secara optimal baik secara fisik maupun mental, dalam artian anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang matang baik secara intelektual, emosional, maupun spiritual berlandaskan islam dan iman. Psikologi dalam pandangan al-Qur’an dan Hadits yaitu menjembatani kegiatan belajar dalam mentrasfer ilmu pengetahuan supaya agar lebih memperhatikan psikologi dari masing-masing individu anak usia dini AUD, karena hal ini sangat menetukan keberhasilan orang tua atau pendidik dalam mentransfer ilmu yang diberikan kepada anak-anaknya. Kata Kunci Pendidika AUD, Psikologi, Al-Qur’an dan JannahHadiana Trendi Azamidiv class="WordSection1"> The industrial revolution is a period in which technology is increasingly advanced accompanied by increasingly significant changes in the social, economic, and cultural fields. Communication technology is not only defined as a means of communication but can lead to the educational process. This brings great challenges for parents. Parents have to learn many things in order to direct their children to face the challenges in this era. So that children are able to take advantage of the development and progress of their time. The purpose of this study is to find out some verses of the Qur'an as a solution to the problems faced by families in the industrial era This research was conducted by means of a literature study. The reference sources used are primary sources from a number of books and books as well as secondary sources from relevant journals. The result of this study is that the Qur'an explains the importance of cooperation between husband and wife to achieve family education, namely fostering the generation of qurratu a'yun, pious and pious generations. To face challenges in the industrial era parents need to instill basic religious education to their children, namely Aqidah faith, Knowledge of Halal and Haram, Moral Education, Worship Education, and skills education. This is an effort so that children can adapt to their times in accordance with applicable norms. The purpose of this study is to find out some verses of the Qur'an as a solution to the problems faced by families in the industrial era This type of research is a literature study. The industrial revolution is a period in which technology is advancing, accompanied by increasingly significant changes in the social, economic, and cultural fields. This brings great challenges for parents. Parents have to learn many things in order to direct their children to face the challenges in this era. The results of this study are the family is the main basis in shaping the nation's generation and religion. Parents need to provide values as the role models for children. The pattern of this education is carried out through family education in order to create a generation that is able to respond to the challenges of the industrial era in accordance with the teachings of Qur'an and Hadith. Hence, parents need to instill the basics of religious education to their children, namely Aqidah faith, Fiqh, Moral, Worship, and skills education. This is an effort so that children can adapt to their times in accordance with applicable norms. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui beberapa ayat Al-Qur’an sebagai solusi dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi keluarga di era industri Jenis penelitian ini adalah studi literatur. Revolusi industri merupakan masa di mana teknologi semakin maju disertai dengan semakin signifikan perubahan pada bidang sosial, ekonomi, dan budaya. Hal ini membawa tantangan besar bagi orang tua. Orang tua harus mempelajari banyak hal agar dapat mengarahkan anaknya untuk menghadapi tantangan di era ini . Hasil dari penelitian ini adalah keluarga merupakan basis utama dalam membentuk generasi bangsa dan agama. Orangtua perlu memberikan nilai-nilai yang bisa menjadi teladan bagi anak-anak. Pola pendidikan tersebut dilakukan melalui pendidikan keluarga agar terwujud generasi yang mampu merespon tantangan era industri yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Hadis. Maka orangtua perlu menanamkan dasar pendidikan agama kepada anak yaitu Aqidah faith, Fiqh, Akhlak, Ibadah, dan pendidikan keterampilan. Hal ini merupakan upaya agar anak mampu beradaptasi dengan zamannya sesuai dengan norma yang berlaku.
1Pandangan Para Ahli tentang PAUD (a) Jean-Jacques Rousseau (b) Pestalozzi (c) Froebel (d) Maria Montessori (e) Jean Piaget dan Lev Semanovich Vigotsky (f) Ki Hadjar Dewantara (g) Mohammad Sjafei (h) Kiyai Ahmad Dahlan dan Nyai Siti Walidah (Aisyiah) 2 Periodesasi dan Ide-Ide yang Mempengaruhi Perkembangan PAUD
Pengertian PAUD secara filosofi adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak usia dini untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga mereka mempunyai kesiapan memasuki pendidikan selanjutnya dengan upaya pemberian rangsangan pendidikan. PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini merupakan bagian dari pendidikan seumur hidup sebagai sebuah konsep yang dipopulerkan oleh UNESCO dalam istilah "Life long Education". Pendidikan Anak Usia Dini PAUD adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfalisitasi pertumbuhan serta perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh aspek perkembangan anak Pengertian PAUD Berdasarkan Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Anak Usia Dini AdalahSuatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhandan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut Dalam agama islam disampaikan bahwa "Seorang anak dilahirkan dalam keadaan suci fitrah, orang tua merekalah yang membuat anak tersebut menjadi Nasrani,Yahudi atau Majusi, maka untuk meningkatkan potensi kebaikan anak harus dilakukan sejak usia dini. Pengertian PAUD secara etimologi Pemahaman PUD secara etimologi pendidikan paedagagie, paedagagie berasal dari bahasa yunani yang tersusun dari kata pais artinya anak, dan again yang artinya membimbing, dengan demikian paedagagie adalah bimbingan yang diberikan kepada anak. Dalam bahasa arab pendidikan di istilahkan dengan kata tarbiyat yang memiliki banyak makna diantaranya yaitu Al-ghadzadza memberi makan atau memlihara Nammaha wa zadaha mengembangkan dan menambahkan Atamma wa ashlaka menyempurnakan dan membereskan Allawatuhu meninggikan Sementara itu dalam bahasa inggis pendidikan di istilahkan dengan kata education yang mempunyai persamaan kata dengan process of teaching, training, and learning yang berarti proses pengajaran, latihan dan pembelajaran. Upaya dalam Pendidikan Anak Usia Dini PAUD PAUD adalah suatu proses pembinaan tumbuh kembang anak usia lahir hingga 6 tahun secara menyeluruh, yang meliputi aspek fisik serta non fisik, dengan memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani moral,spiritual, akal pikiran, motorik, emosional dan sosial yang tepat agar anakdapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Upaya yang dapat dilakukan dalam Pendidikan Anak Usia Dini mencakup diantaranya yaitu stimulasi intelektual pemeliharaan kesehatan pemberian nutrisi memberikan kesempatan yang luas untuk mengekplorasi dan belajar secara aktif Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini PAUD Berdasarkan karakteristiknya pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini terbagi dalam beberapa tahapan, diantaranya yaitu Masa bayi lahir sampai 12 dua belas bulan Masa toddler yaitu usia 1 sampai 3 tahun Masa pra sekolah yaitu usia 3 sampai 6 tahun Masa kelas awal SD sekolah dasar usia 6 sampai 8 tahun Pertumbuhan serta perkembangan anak usia dini perlu adanya pengarahan dan peletakan dasar-dasar yang tepat bagi pertumbuhan serta perkembangan manusia seutuhnya yang mencakup pertumbuhan dan perkembangan daya fisik, daya fikir, daya cipta, sosial emosional, bahasa dan komunikasi yang seimbang sebagai dasar pembentukan pribadi yang utuh pada pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini. Perlakuan terhadap anak usia dini diyakini mempunyai efek kumulatif yang akan terbawa dan berpengaruh terhadap fisik dan mental anak dalam kehidupannya, sehingga perkembangan dan pertumbuhan anak usia dini perlu diarahkan dengan baik. Seorang anak yang mendapat layanan Pendidikan Anak Usia Dini PUD dengan baik sejak usia dini memiliki harapan lebih besar untuk meraih kesuksesan masa depan, begitu pula sebaliknya anak yang tidak mendapat pendidikan sejak usia dini layanan pendidikan yang memadai membutuh perjuangan yang cukup berat untuk mengembangkan kehidupan selanjutnya. Filosofi PAUD Pendidikan Anak Usia Dini Dalam pemahaman filosofi PAUD terdapat beberapa pemikiran mengenai pendidikan anak usia dini yang melahirkan filosofi PAUD Pendidikan Anak Usia Dinitokoh-tokoh tersebut diantaranya 1. PAUD dalam filosofi Islam Nabi Muhammad SAW merupakan Pemikir utama dalam Pendidikan Anak Usia Dini Beliau adalah tokoh pendidikan yang menganjurkan pendidikan harus dimulai sejak kecil, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW "Utlubul 'ilma minal mahdi illal lahdi" yang artinya Tuntutlah ilmu dari ayunan sampai ke liang lahat. Dalam Hadits tersebut merupakan petunjuk yang tegas tentang pendidikan yang ditekankan sejak usia dini, bahwa pendidikan merupakan kontinuitas yang dimulai sejak anak masih dalam gendongan orang tua sampai meninggal dunia, hadits Nabi Muhammad SAW tersebut memberikan makna bahwa pendidikan itu sangat penting dan tidak ada kata berhenti untuk belajar menuntut ilmu. 2. Filosofi PAUD menurut Ki Hajar Dewantara Ki Hajar Dewantara mengemukakan pendapatnya bahwa anak-anak adalah mahluk hidup yang memiliki kodratnya masing-masing. kaum pendidik hanya membantu menuntun kodratnya anak tersebut, apabila anak memiliki kodrat yang tidak baik, maka tugas pendidik untuk membantunya menjadi baik. jika anak sudah memiliki kodrat yang baik, akan ia akan lebih baik lagi jika dibantu melalui pendidikan. Kodrat dan lingkungan merupakan konvergensi yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan yang lainnya, untuk rentang usia dalam pendidikan dibagi menjadi 3 tiga0 masa diantaranya yaitu Masa kanak-kanakkinderperiod usia 1 sampai 7 Tahun cara mendidik untuk masa kanak-kanak adalah dengan memberi contoh dan pembiasaan Masa pertumbuhan jiwa dan pikiran Usia usia 7 sampai 14 Tahun cara mendidik untuk pertumbuhan jiwa dan pikiran dengan cara pengajaran dan perintah/hukuman/paksaan Masa sosial period terbentuknya budi pekerti usia 14 sampai 21 Tahun cara mendidik untuk masa sosial period dengan cara laku dan pengalaman lahir dan batin Demikian tentang Pengertian PAUD Secara Filosofi dan Menurut Para Ahli Pengertian PAUD Secara Filosofi dan Menurut Para Ahli Fisolofi Pendidikan Anak, semoga bermanfaat dapat dijadikan acuan dalam memberikan pendidikan PAUD Pendidikan Anak Usia Dini
Padausia 6 tahun perkembangan kecerdasan anak telah mencapai 70%. Alasan #3 Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini PAUD. Pertumbuhan dan perkembangan anak sejak dalam rahim hingga usia sekitar 6 tahun sangat menentukan derajat kesehatan, intelegensi, kematangan emosional, dan produktivitas manusia pada tahap berikutnya. (Hidayat Syarief, 2002).
0% found this document useful 0 votes83 views6 pagesOriginal TitlePandangan Para Ahli Tentang PAUDCopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes83 views6 pagesPandangan para Ahli Tentang PAUDOriginal TitlePandangan Para Ahli Tentang PAUDJump to Page You are on page 1of 6 You're Reading a Free Preview Pages 4 to 5 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
RuangLingkup Akreditasi PAUD - LANDASAN TEORI. Pendidikan Anak Usia Dini di dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 14 disebutkan sebagai upaya pembinaan anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun dan dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
.
ku0ek9i3a1.pages.dev/209ku0ek9i3a1.pages.dev/523ku0ek9i3a1.pages.dev/707ku0ek9i3a1.pages.dev/703ku0ek9i3a1.pages.dev/662ku0ek9i3a1.pages.dev/839ku0ek9i3a1.pages.dev/932ku0ek9i3a1.pages.dev/330ku0ek9i3a1.pages.dev/784ku0ek9i3a1.pages.dev/556ku0ek9i3a1.pages.dev/3ku0ek9i3a1.pages.dev/422ku0ek9i3a1.pages.dev/95ku0ek9i3a1.pages.dev/268ku0ek9i3a1.pages.dev/302
pandangan para ahli tentang paud